Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5[ImagesOnly]

Style6

Oleh :Nanung Danar Dono PhD
student at College of Medical, Veterinary, and Life Sciences University of Glasgow, Scotland, UK

Assalaamu ‘alaikum wr.wb.

Sampai saat ini, umat Islam banyak dihadapkan pada tudingan-tudingan orang Barat, bahwa orang Islam adalah teroris, pengacau, anti ketenteraman, dll. Lihat saja, dimana-mana bom meledak!? Pelakunya (setidaknya, begitu yang ditudingkan) adalah orang Islam? Setiap pelaku yang tertangkap, selalu menggunakan identitas ‘ala’ orang Islam, seperti berjenggot, berkopiah, berbaju taqwa, atau dengan nama pelaku yang terkesan Islami (misal : Ali Imron, Imam Samudera, Nurdin M. Top, Dr. Azahari, dll.), atau orang yang berasal dari jazirah Arab (seperti : Abu Nidal, Usamah bin Laden, dll.). Hal tersebut seakan menguatkan justifikasi (tuduhan) mereka, bahwa Syari’at Islam memang tidak manusiawi!

Begitulah tuduhan yang selalu dilontarkan oleh orang-orang Barat, Yahudi, dan Nashrani terhadap (penerapan) Syari’at Islam. Hujatan mereka ‘nampaknya’ seakan bukanlah omong kosong belaka. Akan tetapi, tuduhan tersebut sering disertai contoh-contoh riil yang membuat sebagian besar umat Islam kikuk dalam menjawabnya.

Sebagai contoh, kita semua tahu bahwa setiap tahun masyarakat Islam merayakan ibadah Qurban. Ibadah tersebut merupakan perwujudan persembahan terbaik kita kepada Allah Swt. Ibadah Qurban dilaksanakan melalui prosesi penyembelihan hewan qurban (sapi, kambing, domba, unta, dll.) dengan cara tertentu. Daging-daging binatang qurban tersebut dibagi-bagikan kepada fakir miskin, masyarakat, dan sanak kerabat.

Akan tetapi, kelebihan ini sering dikaitkan dengan suatu hadits ‘unik’ yang sering ‘diartikan lain’ oleh kaum misionaris. Hadist tersebut berbunyi: Rasulullah SAW. bersabda : “Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan (ihsan) pada segala sesuatu, maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih, (yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya” (HR. Muslim).

Hadits ini nampaknya agak sulit untuk dijelaskan. Betapa tidak, di dalamnya terkandung kalimat bahwa seakan Allah memerintahkan kita untuk ‘membunuh’, apalagi ada kata-kata, “…tajamkanlah pisaunya…!” Bukankah ini menunjukkan bahwa umat Islam memang dilatih untuk membunuh dengan kejam. Bahkan yang lebih nyata lagi, ada kalimat, “…meringankan binatang yang disembelih!” (Aneh, bukan?! Masak membunuh koq pakai kalimat basa-basi ‘meringankan binatang yang disembelih’! Padahal kita tahu, disembelih khan tentunya sakit sekali!?).

Bagi kita, apapun haditsnya, bagaimanapun isinya, apapun konteksnya, yang jelas hadits ini adalah sebuah hadits shahih. Sebagai umat Islam, kita harus meyakini bahwa Syari’at Islam adalah syari’at yang ya’lu walaa yu’la ‘alaihi (yang terbaik dan paling baik dibandingkan yang lain).

Akan tetapi, keyakinan kita sangat berbeda dengan pendapat orang-orang Barat (Yahudi dan Nashrani). Menurut mereka, Syari’at Islam adalah contoh nyata betapa Islam betul-betul tidak manusiawi dan kelompok Islam adalah kelompok orang bejat, bengis, suka berbuat kejam, dan suka menganiaya binatang ternak. Bisa dibayangkan bahwa setiap tahun umat Islam mengikat sekelompok ternak, kemudian membantainya secara beramai-ramai. Ternak-ternak tersebut tidak berdaya, hanya bisa meronta-ronta, hanya mengerang-erang kesakitan. Betapa teganya orang Islam…!

Menurut mereka, kalau kita ingin mengkonsumsi daging binatang ternak, maka haruslah dengan cara yang baik, tidak dengan menyiksa atau menganiaya ternak semacam itu. Cara yang terbaik, menurut mereka, adalah dengan memingsankan ternak terlebih dahulu, untuk selanjutnya disembelih setelah tidak sadar (pingsan). Pemingsanan dapat dilakukan dengan berbagai alat pemingsan, seperti : stunning gun, pembiusan, atau menggunakan arus listrik. Setelah pingsan, hewan tersebut tidak akan merasa kesakitan. Cara seperti ini mereka yakini sebagai cara yang terbaik, karena hewan tidak meronta-ronta, tidak nampak kesakitan, tidak nampak teraniaya, dan ‘sepertinya’ tidak merasakan sakit (karena telah pingsan).

Metode pemingsanan yang dikatakan terbaik yang sering mereka lakukan adalah dengan cara memukul bagian tertentu di kepala ternak dengan kecepatan tertentu dan beban tertentu. Alat yang dipakai untuk membuat pingsan adalah Captive Bolt Pistol (CBP). Cara inilah yang mereka klaim sebagai cara terbaik dan paling manusiawi. Selain itu, cara ini dapat melindungi pekerja dari kemungkinan kecelakaan.

Begitulah tuduhan dan hujatan mereka, dan nampaknya sangat sulit bagi kita untuk ‘membela diri’. Bahkan mungkin kita pun tidak bisa mengelak, atau bahkan mungkin sebagian dari kita malah membenarkan tuduhan tersebut! Na’udzu billaahi min dzaalika!

Lalu, bagaimana cara menyikapinya? Menolak tanpa bisa memberi argumen (bantahan) atau menerima dengan setengah hati? Sebegitu-sulitkah kita meyakinkan diri bahwa Syari’at Islam adalah syari’at yang terbaik? Ingatlah akan firman Allah Swt. dalam QS. Al Baqoroh (2) : 120 yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah rela, hingga kamu mengikuti millah (keinginan) mereka…!”

Secara nyata dalam ayat tersebut Allah tegaskan bahwa orang-orang Barat (terutama Yahudi dan Nashrani) selalu mencari-cari peluang dan kelemahan Islam. Berbagai upaya mereka lakukan untuk menjatuhkan wibawa (izzah) Islam. Berbagai cara mereka lakukan untuk mengalahkan Islam. Apabila kita terlena, maka sangatlah mungkin kita terbawa. Untuk itu, marilah kita berdo’a, berikhtiar, serta bertawakkal kepada Allah untuk menjawab masalah ini. Begitulah Kanjeng Nabi SAW. menuntun kita.

Subhaanallah, di tengah-tengah kegundahan umat Islam, dengan sengaja Allah Swt. telah kirimkan jawabannya. Allah Swt. mengutus 2 orang staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkenal di Jerman. Beliau berdua adalah Prof. Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Berdua beliau memimpin suatu tim penelitian yang terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih manusiawi dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam (tanpa proses pemingsan-an), atau penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan).

Beliau berdua merancang penelitian sangat canggih mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi tersebut dipasang elektroda tertentu (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). EEG dipasang pada permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak. Alat ini dipakai untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Pada jantung sapi-sapi tersebut juga dipasang Electro-Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar.

Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan ECG (yang telah terpasang) beberapa pekan. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, separuh sapi disembelih secara Syari’at Islam dan separuh sisanya disembelih secara Metode Barat.

Syari’at Islam menuntunkan penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang sangat tajam dengan memotong 3 saluran pada leher bagian depan (saluran makanan, saluran nafas, serta 2 saluran pembuluh darah, yaitu : arteri karotis dan vena jugularis). Syari’at Islam tidak merekomendasikan pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat (Western Method) mengajarkan ternak dipingsankan dahulu sebelum disembelih.

Selama penelitian, grafik EEG dan ECG pada seluruh ternak dicatat untuk merekam keadaan otak dan jantung semenjak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga hewan ternak benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang kita tunggu-tunggu!

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman adalah sebagai berikut :

Penyembelihan menurut Tuntunan Syari’at Islam

Pertama, pada 3 detik pertama setelah disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat bahwa tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara gradual (bertahap) yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi tersebut unconsciousness (benar-benar kehilangan kesadaran). Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga, setelah 6 detik pertama tersebut, ECG merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleks gerakan koordinasi antara otak kecil dan jantung melalui sumsum tulang belakang (spinal cord). Subhaanallah, pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher, grafik EEG tidak naik, tapi justeru drop sampai ke zero – level (angka nol). Kedua ahli tersebut menterjemahkan sebagai : “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!) Allaahu Akbar! Walillaahil hamdu!

Keempat, oleh karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi oleh manusia. Jenis daging semacam ini diyakini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practice (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan ala Barat (Western Method)

Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (pingsan). Sapi tidak bergerak-gerak lagi sehingga sangat mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat dengan mudah disembelih, tanpa meronta-ronta, dan (nampaknya) tanpa rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit (tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning).

Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal tersebut mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit diderita oleh ternak segera setelah kepalanya dipukul.

Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop sampai batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menjalankan tugas menarik darah dari seluruh bagian organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat, oleh karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), sehingga tidak layak dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khasanah ilmu dan teknologi daging (dipelajari di Fak. Peternakan UGM), bahwa timbunan darah (yang tidak sempat keluar pada saat ternak mati/ disembelih) merupakan tempat yang sangat ideal bagi tumbuh kembangnya bakteri pembusuk yang merupakan agen utama perusak kualitas daging.

Maha Suci Allah! Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah jamak menjadi keyakinan kita bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Lebih-lebih yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim berhasil membuktikan bahwa pisau yang mengiris leher (ref. Syari’at Islam) tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Beliau berdua menyimpulkan bahwa ekspresi sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah akibat rasa sakit, tetapi hanyalah ekspresi ‘keterkejutan saraf dan otot’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Tentunya, hal ini tidak terlalu sulit dijelaskan (grafik EEG tidak menunjukkan adanya rasa sakit).

Apabila telah disembelih, tetapi sapi tidak segera mati, bolehkah kita menusuk jantungnya?

Semestinya, pantang bagi seorang muslim untuk menusuk jantung setelah sapi disembelih. Biarkan saja jantung menjalankan tugasnya memompa darah keluar tubuh. Semakin lama jantung memompa darah, maka semakin banyak darah dipompa keluar. Semakin sedikit timbunan darah dalam daging, maka dagingnya menjadi semakin awet.

Hasil penelitian Blackmore (1984), Daly et al. (1988), Blackman et al. (1985), dan Anil et al. (1995) di 4 negara yang berbeda membuktikan bahwa setelah disembelih, sapi memerlukan waktu lebih lama untuk benar-benar mati. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran tubuh sapi yang lebih besar dibandingkan kambing, domba, rusa, ayam, dll. Untuk itu, sebaiknya kita menunda hingga sapi benar-benar mati dan tidak perlu menusuk jantungnya. Bila kita menusuk jantungnya, maka jantung akan sobek dan kehilangan fungsinya untuk memompa darah, sehingga darah tidak dapat maksimal terpompa keluar tubuh. Selain itu, sobeknya jantung diduga akan menimbulkan kejutan rasa sakit yang amat sangat bagi hewan ternak yang bersangkutan.

Penyakit sapi gila (Mad Cow) bisa menular ke manusia

Inggris dan Perancis adalah 2 jawara produsen (eksportir) daging sapi terbesar di dunia dan selalu saja terjadi perang dagang di antara keduanya. Menurut orang Inggris, pedagang Perancis bermain curang. Mereka mengirimkan suatu virus mematikan yang bisa menular antar ternak dan berpotensi menular ke manusia. Virus tersebut disebut Bovine Spongioform Enchephalopathy (BSE) yang sering pula disebut sebagai Virus Sapi Gila atau di negara asalnya lebih dikenal dengan istilah Mad Cow.

David Schardt, ahli gisi dari Center for Science in the Public Interest (CSPI) Amerika, melaporkan bahwa ada beberapa daging beef steak dan hamburger yang dimakan orang Amerika saat ini yang mengandung materi/bagian otak. Apabila otak yang tercemar virus BSE ini dimakan oleh manusia, maka sangatlah mungkin orang tersebut tertular penyakit ini.

Para ahli bekerja keras menelusuri asal muasal kisah material otak tersebut bisa sampai ke daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa material/jaringan otak tersebut dapat sampai ke daging sebagai akibat proses pemingsanan (stunning) sebelum disembelih. Sebagaimana pernah diberitakan Kantor Berita Inggris – Reuter, bahwa pada saat di-stunning, otak yang semula compact pecah selaputnya karena getaran dan tekanan yg sangat hebat. Akibat pemukulan tersebut, jaringan otak goyah, sehingga banyak material jaringan otak yang pecah berhamburan. Material otak tersebut kemudian terbawa darah mengalir menuju beberapa organ tubuh.

CSPI juga menyebutkan bahwa peneliti di Universitas Texas A&M dan Canada's Food Inspection Agency (Badan Pemeriksa Makanan Kanada) menemukan kenyataan bahwa metode yang dikenal sebagai Pneumatic Stunning dapat mengakibatkan pecahnya jaringan otak dan terbawa dalam sistem jaringan tubuh sapi. Lebih lanjut Tam Garlan, ahli Bidang Kedokteran Hewan dari Universitas Texas A&M menyatakan di CSPI's July Newsletter, bahwa pneumatic stunning tersebut mengakibatkan partikel mikroskopis jaringan otak pecah dan serpihannya terbawa oleh darah ke paru-paru, hati, serta beberapa organ tubuh lainnya.

Bagaimana dengan penyembelihan sesuai Syari’at Islam? Leila Corcoran (BICNews, 25 Juli 1997) menulis suatu artikel yang berjudul Cattle Stun Gun May Heighten "Madcow" Risk (Senjata Pemingsan Sapi dapat Meningkatkan Resiko Penularan Penyakit ’Sapi Gila’). Beliau menyimpulkan bahwa tidak ada lagi yang meragukan bahwa metode penyembelihan (tanpa pemingsanan) lebih baik dibandingkan cara yang lain. Metode ini ditetapkan di dalam Al Qur’an. Allah adalah Pencipta Kitab Suci Al Qur’an dan Allah Swt. sangat mengerti apa yang terbaik bagi kita! Sebagai umat yang beriman, kita harus yakin dengan Syari’at Islam dan tiada keraguan di dalamnya (QS. Al Baqoroh: 2).

Akhir kata, marilah kembali kita haturkan rasa syukur kita kepada Allah Swt. atas berbagai curahan kemuliaan dan barokah-Nya.

Sekarang bagaimana dengan HUKUMAN MATI?

Saat ini metode hukuman mati yg diterapkan di Indonesia adalah dengan ditembak. Akan tetapi, justeru menjadi pertanyaan menarik, metode apa yg paling manusiawi? Apakah dengan ditembak, disuntik mati (euthanasia), digantung, disetrum, atau dengan dipenggal kepalanya?

Di awal Tahun 2005, di harian KOMPAS ditulis hasil penelitian ilmiah bahwa rasa sakit akibat hukuman mati dengan cara ditembak akan dirasakan antara 10 - 20 menit. Kalau dengan cara disuntik, maka rasa sakit akan dirasakan setidaknya 8 menit. Kalau disetrum...? Ada yang mau menebak? Kira-kira sakit apa tidak? Kalau dengan digantung, maka rasa sakit akan lebih lama. Maka sering kita saksikan orang yang bunuh diri dengan cara menggantung, maka akan nampak mata membelalak, lidah terjulur keluar, tangan mencengkeram kuat, serta keluar sperma dan feses (kotoran dari dubur). Itu jelas sekali sebagai petunjuk bahwa rasa sakit luar biasa akibat asphiksia (tercekik, oksigen tidak terkirim ke otak). Berarti, hukuman mati dengan cara ditembak, disuntik, disetrum, maupun digantung sangat MENYIKSA...!

Sedangkan kalau dengan dipenggal kepalanya, maka sekali tebas kepala lepas. Sekilas nampak sangat mengerikan...! Namun, secara ilmiah terbukti bahwa lepasnya kepala berarti terputusnya sumsum tulang belakang (spinal cord) di tengah tulang leher. Spinal cord adalah kabel penghubung antar aotak dan jantung. Maka jika kabel itu putus, maka hubungan antara jantung dan otak otomatis langsung terputus. Otak tidak lagi mendapat suplai oksigen dari jantung (melalui darah), dan jantung kehilangan kontak dengan otak. Maka, jantung praktis langsung berhenti berdetak...orangnya meninggal seketika! Apakah terpidana kesakitan? Kalau kita menengok hasil penelitian di Hannover University di atas, maka terbukti terpidana hukuman mati dengan cara dipenggal tadi tidak merasakan sakit sama sekali. Selain itu, algojonya tidak mendzolimi orang yang dihukum mati...! Subaahaanallahu...Allaahu Akbar...!

Semoga Allah tetapkan bagi kita sekeluarga masa depan yang terbaik, jalan kehidupan yang terbaik, akhir kehidupan yang terbaik, dan tempat terbaik di sisi Allah Swt. (jannah).

Wassalaamu ’alaikum Wr. Wb.

Tentang admin

Admin adalah orang-orang yang peduli terhadap kemaslahatan umat, terutama dalam menghadapi tantangan zaman berupa hujatan, fitnah, dan upaya-upaya lain yang mendeskriditkan dunia Islam. "Biodata Penulis".
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama