Pada Zaman Imam Abu Hanifah hiduplah seorang ilmuwan besar, atheis dari kalangan bangsa Romawi. Pada suatu hari, Ilmuwan Atheis tersebut berniat untuk mengadu kemampuan berfikir dan keluasan ilmu dengan ulama-ulama Islam. Dia hendak menjatuhkan ulama Islam dengan beradu argumentasi. Setelah melihat sudah banyak manusia yang berkumpul di dalam masjid, orang kafir itu naik ke atas mimbar. Dia menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya.
Dan diantara shaf-shaf masjid bangunlah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat di depan mimbar, dia berkata : “Inilah saya, hendak bertukar fikiran dengan tuan”. Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri karena usianya yang masih muda. Abu Hanifah berkata, “sekarang apa yang akan kita perdebatkan! “.
Ilmuwan ATHEIS itu heran akan keberanian Abu Hanifah, dia lalu memulai pertanyaannya :
Atheis : Pada tahun berapakah Tuhan-mu dilahirkan?
Abu Hanifah
: Allah berfirman “Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan”.
Atheis : Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah adalah yang pertama dan tidak ada sesuatu sebelum-Nya? , pada tahun berapa Dia ada?
Abu Hanifah: Dia (Allah) ada sebelum adanya sesuatu.
Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah : Tahukah tuan tentang perhitungan?
Atheis : Ya.
Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu?
Atheis : Tidak ada angka (nol).
Abu Hanifah : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang mendahului-Nya?
Atheis : Dimanakah Tuhan-mu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada tempatnya.
Abu Hanifah
: Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?,
apakah di dalam susu itu keju?
Atheis : Ya, sudah tentu.
Abu Hanifah
: Tolong perlihatkan kepadaku di mana,
di bagian mana tempatnya keju itu sekarang?
Atheis : Tak ada tempat yang khusus. Keju
itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu di seluruh bagian.
Abu Hanifah
: Kalau keju makhluk itu tidak ada
tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk
menetapkan tempat Allah Ta’ala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!
Atheis : Tunjukkan kepada kami zat Tuhan-mu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah
: Pernahkan tuan mendampingi orang
sakit yang akan meninggal?
Atheis : Ya, pernah.
Abu Hanifah
: Sebelum ia meninggal, sebelumnya dia
bisa berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu
tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?
Atheis : Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah
: Apakah waktu keluarnya roh itu tuan
masih ada disana?
Atheis : Ya, masih ada.
Abu Hanifah:
Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya
itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seperti gas?
Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.
Abu Hanifah
: Kalau tuan tidak boleh mengetahui
bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh
memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta’ala?!!
Atheis : Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?
Abu Hanifah
: Jika tuan menyalakan lampu di dalam
gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?
Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah
dan penjuru.
Abu Hanifah
: Kalau demikian halnya dengan lampu
yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta’ala Pencipta langit dan bumi,
sebab Dia nur cahaya langit dan bumi.
Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?
Abu Hanifah
: Perhitungan angka pun ada awalnya
tetapi tidak ada akhirnya.
Atheis : Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?
Abu Hanifah
: Tuan sudah mempraktekkanya ketika
tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan
tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat
tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.
Atheis : Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?
Abu Hanifah
: Allah juga menciptakan sesuatu di
dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin
diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak
berkurang.
Atheis : “Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?”
Abu Hanifah
: “Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan
saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk
menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan
menjawabnya di tempat tuan”, pinta Abu Hanifah.
Ilmuwan
kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.
Abu Hanifah
: “Baiklah, sekarang saya akan menjawab
pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?”.
Ilmuwan
kafir mengangguk.
Abu Hanifah:
“Ada
pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya
sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang
tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan
apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan
mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu”.
Para hadirin puas dengan jawapan yang
diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan ilmuwan besar atheis tersebut
dia mengakui kecerdikan dan keluasan ilmu yang dimiliki Abu Hanifah.
*Salah satu tugas agama ialah memelihara akal.* *Memelihara akal ialah
dengan jalan menambah ilmu melatih diri berfikir & merenungkannya. *
2 komentar:
Subhanalloh :)
Assalam'ualaikum. Wr.Wb. Mohon bantuan untuk menjawab pertanyaan ini.
Apakah layak, Pantas, patutkah kita sebagai hamba menyebut nama Tuhan Apakah layak, Pantas, patutkah kita sebagai hamba menyebut nama Tuhan الله , kalau memang itu sebagai nama-Nya ?
kalau الله itu memang sebagai nama Dia berarti Tuhan itu memiliki wujud ?? sedangkan Dia tidak bisa menyerupai apapun. (Q.S. as-Syura: 11)
contoh sederhana di Dunia ini :
sebab dunia ini sebagai perumpamaan untuk kita bisa memahami Kebesaran-Nya.
seorang anak datang kepada orang tuanya mau meminta uang jajan. yang dimana orang tuanya bernama (Zul). apakah layak dan pantas seorang anak menyebut nama orang tuanya sendiri..? Wa'alaikumsalam. Wr.Wb.
Posting Komentar