Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
Pada 11 September 2001 dua pesawat penumpang menabrak dua menara kembar World Trade Center
di Amerika Serikat. Diduga pelakunya adalah Muslim, teroris Muslim,
terutama Usama bin Ladin. Setelah itu beberapa Negara Islam dicurigai
sebagai sumber terorisme. Tak ayal lagi Negara Afghanistan dan Irak
diperangi dan dikuasai hingga kini.
Media Barat secara latah segera mengaitkan peristiwa ini dengan jihad umat Islam. Bush pun juga salah sangka dan teriak “This is new crusade” (ini perang salib baru). Meski dianggap salah redaksi lalu dikoreksi, orang tahu apa yang dipikirkannya.
Jack Nelson-Pallmeyer, menulis Is Religion Killing Us? Menuduh semua agama sebagai sumber peperangan dan malapetaka. Charles Kimbal, dalam bukunya When Religion Becomes Evil (Ketika Agama Menjadi Jahat) membuat lima kriteria agama jahat dan salah satunya adalah yang mendeklarasikan “jihad”. Menurutnya “Declaring war “holy” is a sure sign of corrupt religion”.
Ringkasnya
perang atas nama agama di zaman sekarang ini “haram”. Tapi perang atas
nama kemanusiaan boleh, meskipun lebih banyak membunuh dan mengorbankan
nyawa.
Banyak terminologi perang dalam al-Qur’an. Kata netralnya adalah qital, yaitu perang dengan menggunakan senjata menghadapi musuh. Jika qital itu diniatkan untuk membela kebenaran agama Allah maka ia disebut jihad. Perang orang kafir disebut juga qital, tapi bukan jihad karena untuk membela tiran atau taghut (al-Nisa’, 76).
Istilah lain dari perang adalah “harb”. Harb adalah peperangan dalam arti umum disebut sebanyak 6 kali dalam al-Qur’an. Harb digunakan untuk perang Arab Jahiliyah, seperti perang al-Basus. Mungkin Perang Dunia I dan II lebih cocok disebut harb. Boleh jadi dalam harb zaman modern musuh tidak saling berhadapan. Karena makna negatifnya maka al-Qur’an tidak pernah menggunakan istilah harb untuk qital yang berarti jihad.
Harb
lebih bermakna sekuler dan hanya untuk kepentingan dunia seperti untuk
kekuasaan, ekonomi, politik, memperebutkan harta karun atau sumber alam
dsb. Maka slogan para demonstran di Amerika yang berbunyi No War for Oil, tidak bisa diganti menjadi No Jihad for Oil (La Jihada lil Bitrul). Yang tepat La harba lil bitrul.
Makna lain dari perang adalah ghazwah yaitu qital umat Islam yang disertai Nabi. Sedangkan yang tidak disertai beliau disebut sariyyah. Makna-makna itu semua menunjukkan bahwa perang dalam Islam ada aturan dan akhlaqnya.
Meskipun
peperangan mewarnai sejarah Islam, tapi Islam sangat membenci
peperangan. Allah pun menghindarkan orang-orang beriman dari peperangan (al-Ahzab :
25). Ini tidak sebanding misalnya dengan “hobbi” perang bangsa Yunani
yang mengagungkan Ares, sang dewa perang. Orang Romawi mensucikan Tuhan
perang yang disebut Mars.
Apakah semua perang itu berarti jihad? Dan apakah jihad itu hanya berarti perang? Dalam al-Qur’an kata jihad disebut hanya sebanyak 34 kali. Arti “jihad” tidak seperti yang difahami orang Barat. Tidak bisa pula diterjemahkan menjadi Holy War. Para
ulama mengartikan jihad sebagai mencurahkan kemampuan, tenaga dan usaha
untuk menyebarkan dan membela dakwah Islam serta mengalahkan (musuh).
Bisa juga berarti menanggung kesulitan.
Jihad
tidak selalu berarti perang. al-Raghib al-Isfahani memahami jihad
sebagai melawan tiga macam musuh: melawan musuh yang tampak, melawan
godaan syetan, melawan hawa nafsu. Jihad melawan musuh yang tampak pun
tidak mesti perang. Sebab Nabi bersabda “berjihadlah kepada orang-orang kafir dengan tangan dan lisan kalian”.
Ibn Taymiyyah bahkan memaknai jihad menjadi empat. Pertama dengan hati yaitu berdakwah mengajak kepada syariat Islam; kedua dengan argumentasi untuk mencegah kebatilan atau kesesatan; ketiga dengan penjelasan untuk membeberkan pemikiran yang benar untuk umat Islam; dan keempat, dengan tubuh yaitu berperang.
Ibn al-Qayyim, dalam Zad al-Ma’ad menyimpulkan ayat-ayat jihad dalam al-Qur’an menjadi tiga belas tingkatan. Empat tingkatan melawan hawa nafsu, dua tingkatan melawan syetan, empat tingkatan melawan kaum kafir dan munafik, tiga tingkatan melawan kezaliman dan kefasikan.
Begitulah, makna jihad
yang berarti perang fisik menurut al-Isfahani, Ibn Taymiyyah dan Ibn
al-Qayyim hanyalah bagian terkecil dari arti jihad. Itupun tidak sama
dengan perang sekuler atau Holy War di Barat yang sarat kebencian dan penistaan. Qital dalam arti Jihad masih terikat oleh aturan yang berdimensi akhlaq dan rasa kemanusiaan.
Senjata
tidak boleh merusak tanaman, makhluk hidup, binatang ternak, dan
sebagainya. Senjata pemusnah massal seperti kimia, nukler, bakteri,
biologi tidak digunakan dalam perang Islam. Target serangan pun tidak
boleh mengenai rumah ibadah, wanita, anak-anak, orang tua renta, orang
cacat, orang buta, pendeta dan mereka yang tidak sedang perang. Jika pun
telah menang bala tentara Islam tidak boleh menghina musuh yang kalah.
Jihad dalam arti perang menurut al-Qardhawi dibagi menjadi dua: jihad penyerangan (al-talab) dan jihad perlawanan (daf’). Yang pertama disebut futuhat (pembebasan).
Maknanya menyerang untuk membebaskan negeri di sekitar negeri Islam
dari penguasa zalim. Yang kedua melawan musuh yang secara militer
memasuki negeri-negeri Islam. Berarti perang bangsa Indonesia melawan
Belanda, bangsa Aljazair melawan Perancis, rakyat Palestina melawan
Zionis adalah jihad.
Qardhawi
juga memasukkan musuh dalam bentuk “pemikiran yang mengancam aqidah,
yang membuat ide-ide sesat dalam agama, yang mempengaruhi umat Islam
untuk meninggalkan agama”. Nampaknya al-Qardhawi setuju melawan “agresi”
liberalisme, sekularisme, pluralisme agama, dan semacamnya yang
mengancam aqidah dan syariah adalah jihad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar